Rabu, 14 Desember 2011

Kisah Pak Kebun dan Burung Bulbul


Seorang tukang kebun merawat kebunnya dengan sangat teliti dan penuh semangat. Ia menanam berbagai macam bunga yang indah dan harum. Meski tukang kebun itu sudah berusialanjut, namun setiap pagi, sebelum matahari terbit, ia selalu berjalan di kebunnya dan menikmati segarnya udara di kebun itu. Setiap pagi, ia berjalan-jalan di atas rumput dan di sekitar bunga-bunga indah itu dan menikmati segarnya suasana pagi. Oleh sebab itu pula pekebun tua itu tampak selalu ceria dan berseri.

Teman-teman pekebun itu mengenalnya sebagai seorang yang periang dan berhati gembira. Sama seperti kebanyakan orang, pekebun itu berpendapat bahwa orang yang bangun pagi dan berjalan selama beberapa menit di antara bunga-bunga dan tanaman segar, maka ia tidak akan cepat tua dan selalu gembira.

Pekebun itu memetik banyak bunga, namun di antara semua bunga yang ada di sana, ia sangat terkesima dengan harumnya bunga mawar merah. Menurutnya bunga itu sangat harum dan indah dibanding bunga-bunga lainnya. Setiap hari ia memerhatikan bunga-bunga mawar merah itu dan menikmati keharumannya. Dalam hati ia berkata, "Burung bulbul benar jika menyukai mawar merah. Karena bunga itu memberikan kenikmatan dan keceriaan jiwa tersendiri."

Pada suatu hari, sebelum matahari terbit, seperti biasa pekebun itu berjalan-jalan di kebunnya dan sampailah ke sekumpulan bunga mawar merah kesukaannya. Dengan terkejut ia melihat seekor burung bulbul sedang mencabuti daun kembang kesayangannya itu satu persatu. Setelah itu, burung bulbul itu berkicau seakan bernyanyi ceria kemudian kembali mencabuti satu persatu daun bunga mawar merah itu. Sampai akhirnya seluruh daun bunga mawar merah itu habis.

Sang pekebun tua itu menyaksikan semuanya. Di satu sisi ia senang melihat kegembiraan burung bulbul itu, namun di sisi lain ia sangat sedih melihat apa yang menimpa bunga kesayangannya itu.

Tidak lama kemudian, burung bulbul menyadari bahwa pekebun itu telah lama menatapnya. Ia pun terbang meninggalkan kebun tersebut.

Dalam hatinya, pekebun tua itu berkata, "Bulbul berhak untuk menyukai bunga mawar merah, akan tetapi mengapa ia harus mencabuti semua helai daunnya, bukankah bunga untuk dinikmati keharumannya? Ini tidak benar, aku yang menanam bunga-bunga ini, mengapa bulbul harus merusaknya?"

Keesokan harinya, ia melihat bulbul tengah bernyanyi di antara helai daun bunga mawar yang berserakan di atas tanah. Sang pekebun marah dan berkata, "Hukuman bulbul yang menyalahgunakan kebebasannya adalah kurungan."

Pekebun tua itu telah memasang jebakan di sekitar bunga mawar untuk menangkap bulbul. Burung itu pun terjebak.

Kemudian pekebun tua itu berkata kepada bulbul, "Kau sama sekali tidak menghargai kebebasanmu, oleh karena itu kini kau harus berada dalam kurungan ini sehingga kau tahu hukuman apa yang harus kau terima karena telah merusak bunga mawarku."

Akan tetapi sang bulbul menjawab, "Wahai kawan, kita berdua sangat menyukai mawar merah. Kau menanamnya dan kau membuatku merasa senang, sebagai gantinya, kau dapat menikmati nyanyian merduku. Aku juga ingin bebas sepertimu, dapat berjalan-jalan di kebun. Apa alasan kau mengurungku? Jika kau ingin mendengar nyanyianku, maka sarangku adalah kebunmu, dan aku akan bernyanyi sepanjang siang dan malam. Jika kau memliki alasan lain untuk mengurungku, maka katakanlah."

Pekebun tua itu menjawab, "Aku tidak mengingkari kata-katamu tentang nyanyianmu. Namun kau telah merusak keceriaanku dengan merusak bunga-bunga mawar kesayanganku. Ketika kau dapat bebas terbang, kau seakan-akan lepas kontrol dan merusak bunga-bungaku. Hukuman ini aku berikan karena kau telah menyalahgunakan kebebasanmu dan juga agar ini menjadi pelajaran bagi burung-burung lain."

Mendengar hal itu, bulbul berkata, "Wahai orang tua, kau tidak adil. Kau telah menyakiti hati dan jiwaku. Lantas kau berbicara tentang hukuman? Apakah kau tidak berpikir bahwa dosamu lebih besar? Aku hanya merusak sekuntum bunga, sementara kau telah menyakiti hati."

Jawaban bulbul sangat mengejutkan pekebun tua itu. Ia pun memutuskan untuk membebaskan bulbul itu. Burung kecil itu pun kemudian berkata, "Karena kau telah berbuat baik kepadaku, maka aku akan membalas kebaikanmu. Galilah tanah tempat kau berdiri."

Pekebun tua itu kemudian menggali tanah tempat ia berpijak. Ia menemukan sebuah piring emas. Kemudian ia berkata, "Wahal bulbul, aku heran, mengapa kau bisa mengetahui piring emas yang ada di bawah kakiku, tapi kau tidak menyadari adanya jebakan di bawah kakimu sendiri?"

Sang burung bulbul menjawab, "Dalam hal ini ada dua alasan. Pertama, meski berpengetahuan, namun sangat mungkin kita terjebak dalam suatu kondisi yang tidak kita perkirakan yang kita namakan dengan takdir. Kedua, aku tidak menyukai emas, dan karena itu aku tidak memperhatikannya ketika aku melihatnya. Akan tetapi sedemikian besar aku mencintai bunga mawar merah itu, sehingga aku tidak sadar adanya jebakan di bawah kakiku. Ketahuilah, segala sesuatu yang berlebihan akan membuat seseorang menderita, bahkan cinta yang berlebihan." (IRIB Indonesia)

Print this post

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Technorati Style Copyright by pertanian bunga | Template by One-4-All | Made In Indonesia